Perseroan Terbatas dalam UU Perseroan Terbatas Dalam Pandangan Islam
DOI:
https://doi.org/10.48144/neraca.v21i1.2110Keywords:
Perseroan Terbatas, Hukum Syirkah, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Fiqh Muamalah, Ekonomi IslamAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan antara Perseroan Terbatas dan syirkah dengan cara melakukan perbandingan secara konsep antara Perseroan Terbatas (PT) yang diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 dan konsep Syirkah (Partnership) yang diatur dalam hukum Muamalah Islam. UU PT merupakan kerangka hukum yang mengatur karakteristik Perseroan Terbatas, konsep tanggungjawab terbatas (limited liability), proses pendirian Perseroan Terbatas, modal dan saham perseroan, organ perseroan, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, pemeriksaan dan pembubaran perseroan dalam Perseroan Terbatas. Sedangkan Syirkah, sebagai bagian dari fiqh muamalah yang mengatur tentang karakteristik syirkah, proses pembentukan syirkah, ketentuan tentang pelaku akad, modal dan tenaga yang diakadkan serta syaratnya, pembagian bagi hasil dan bagi kerugian, serta pembubaran syirkah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metodologi penelitian content analysis (analisis isi) pada konsep Perseroan Terbatas yang diatur dalam UU No 40 Tahun 2007 dan konsep syirkah yang terdapat di dalam literatur muamalah Islam. Pendekatan yang dilakukan adalah grounded theory (teori mengakar) dengan cara mengumpulkan dan menganalisa konsep PT yang terdapat di dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan konsep syirkah yang terdapat dalam literatur muamalah Islam salah satu an-Nizhom al-Iqtishodiy fi al-Islam karya Taqiyuddin an-Nabhaniy. Hasil Penelitian menunjukkan sementara bahwa Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No 40 tahun 2007 berbeda dengan syirkah dalam literatur Muamalah Islam, perbedaan itu terdapat dalam beberapa hal yaitu pertama, pembentukan akad PT belum memenuhi syarat pembentukan sebuah akad dalam muamalah Islam sebagaimana akad syirkah. Kedua, Pembentukan PT tidak memenuhi konsep at-tashorrufat dalam Islam. Ketiga, hubungan antara direktur dan pemilik modal dibangun pada akad upah mengupah (ijarah) bukan akad bagi hasil dan bagi rugi (syirkah). Keempat, pembebanan kerugian tatkala pailit dalam PT yang dibebankan pada direktur hingga harta milik pribadinya tidak sesuai dengan pembebanan kerugian dalam syirkah, yang mana status direktur adalah pihak yang menerima gaji (wage/salary) bukan pihak yang menerima bagi hasil (profit sharing) sebagaimana di dalam syirkah.
REFERENSI
Ziyad Ghazal. (2010). Masyru’ Qanun al-Buyu’ fi ad-Daulah al-Islamiyyah, Oman: Daar al-Wadhoh.
Yusuf As-Sabatin. (2022). al-Buyu’ al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa al-Burashat al-Mahalliyyah wa al-Dauliyyah, (tt: Maktabah Syamilah).
Ali al-Khafif. (2009). as-Syirkat fi al-Fiqh al-Islamiy, Qahiroh: Dar al-Fikr wa al-‘Arobiy.
Taqiyuddin an-Nabhaniy. (2004). an-Nizhomu al-Iqtishodiy fi al-Islami, Beirut: Daar al-Ummah.
Ainul Yaqin, (2019). Perseroan Terbatas Syariah: Konsep dan LegalitasnyaPerspektif Hukum Islam. Mahkamah Jurnal Kajian Hukum Islam, 4 (1).